Sabtu, 02 Januari 2010

ISOLASI GLIKOSIDA FLAVONOID DARI DAUN KETELA POHON

ISOLASI GLIKOSIDA FLAVONOID DARI DAUN KETELA POHON

(Manihot utilissiima Pohl)

  1. Tujuan Praktikum

* Dapat memahami dan dapat melakukan isolasi flavonoid dari daun ketela pohon.

* Dapat memahami dan dapat melaksanakan analisis kualitatif golongan senyawa tersebut dengan metode kromatografi lapis tipis.

  1. Dasar Teori Percobaan

Semua flavonoid, menurut strukturnya, merupakan senyawa induk flavon yang terdapat berupa tepung putih pada tumbuhan Primula, dan semuanya mempunyai sejumlah sifat yang sama. Saat ini dikenal sekitar 20 jenis flavonoid.

Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air. Mereka dapat diekstraksi dengan alkohol 70% dan tetap ada pada lapisan air setelah ekstrak dikocok dengan eter minyak bumi. Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu warnanya berubah bila di tambah basa atau amoniak, jadi flavonoid mudah dideteksi pada kromatogram atau dalam larutan.

Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonyugasi dan karena itu menunjukan pita serapan kuat pada spektrum UV dan spektrum tampak. Flavonoid umumnya terdapat dalam tumbuhan, terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavonoid.

Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan berpembuluh tetapi beberapa kelas lebih tersebar daripada yang lainnya. Penyebaran flavonoid meliputi,

Golongan Tumbuhan

Flavonoid

Bakteri

Hampir tidak ada sama sekali

Fungi

Ganggang merah

Lumut hati

Sedikit tipe flavonoid, terutama 3-deoksiantosianin, glikoflavon

Equisetum

Flavonoid berstruktur sederhana, 3-deoksiantosian, flavon, flavonol, leukoantosianidin, kalkon dan flavanon.

Lycopodium

Paku-pakuan

Gymnospermae

Kebanyakan flavonoid, biasanya tipe sederhana, biflavonil

Angiospermae

Segala macam flavonoid, biflavonil jarang

Flavonoid terdapat dalam tumbuhan sebagai campuran, jarang sekali dijumpai hanya flavonoid tunggal dalam jaringan tumbuhan. Disamping itu, sering terdapat campuran yang terdiri atas flavonoid yang berbeda kelas. Antosianin berwarna yang terdapat dalam daun bunga hampir selalu disertai oleh flavon dan flavonolol tanwarna.

Flavonoid mempunyai rumus umum, C6C3C6.

Aktivitas biologi flavonoid antara lain,

- anti kanker : kuersetin, mirisetin

- anti oksidant : kuersetin, antosianidin, dan prosianidin

- anti inflamasi : apigenin, taksifolin, luteolin, kuersetin

- anti alergi : nobeletin, tangeretin

- anti hipertensi : prosianidin

- anti virus : amentiflavum, skutellarein, kuersetin

Klasifikasi flavonoid umumnya didasarkan atas inti molekul,

*Harbone membagi flavonoid kedalam kelompok

- Antosianin

- Proantosianidin

- Flavonol

- Flavon

- Khalkon dan auron

- Flavanon

- Glikoflavon

- Isoflavon

- Biflavonil

*Berdasarkan warna flavonoid

*Berdasarkan flavonoid major dan flavonoid minor

- flavonoid major : flavon, flavonol, biflavonil

- flavonoid minor : khalkon, dihidrokhalkon, auron, flavanon, flavononol dan isoflavon.

Hampir setiap tumbuhan tingkat tinggi menunjukkan pola khas glikosida flavon dan flafonol dalam daun atau bunga. Senyawa tersebut merupakan penanda taksom idel dalam pengkajian masalah penggolongan tumbuhan, penghibridaan, atau fitogeografi. Walaupun banyak yang dipelajari dengan membandingkan pola bercak flavonoid dalam kromatogram dua arah dari ekstrak 2 jenis tumbuhan yang berbeda, atau dari populasi tumbuhan, tetapi tetap perlu diidentifikasi komponen utama yang ada. Ini dapat dilakukan dengan menggunakan sederetan cara fitokimia sederhana, dan untuk mempelajari cara ini dianjurkan pertama-tama pada flavonoid yang sudah dikenal, yaitu rutin yang merupakan glikosida kuersetin.

Rutin atau kuersetin 3-rutinosida pertama kali diisolasi dari Fagopyrum esculentum dan sampai sekarang tumbuhan ini masih tetap digunakan. Tidak dapat diragukan lagi bahwa dari semua glikosida kuersetin, rutin paling luas penyebarannya dan mungki terdapat pada 25 % dari flora setempat. Sumber yang mudah diperoleh termasuk bunga Magnolia, Viola, Aesculus hippocastanum, Nicotiana tabacum (daun tembakau), Rheum, teh, dan Phaseolus vulgaris. Bahan tumbuhan yang diperoleh dari sumber tersebut di atas harus dikumpulkan da diekstraksi oleh etanol 95 % panas (jaringan segar) atau etanol 70 % (jaringan kering) selama 30 menit, lalu ekstrak dipekatkan sampai volumenya tinggal sedikit.

Kuersetin 3- rutinosida

Kuersetin merupakan salah satu flavonoid yang banyak terdapat di alam dan diketahui mampu menghambat enzim sitokrom P-450 yang berperan dalam metabolisme parsetamol. Hasil penelitian menunjukkan kadar parasetamol dalam darah tidak dipengaruhi oleh dosis kuersetin yang diberikan. Derajat nekrosis hati karena pemberian parasetamol dosis toksik lebih rendah pada pemberian kuersetin 750 mg/kg BB (p<0,05). Kuersetin dosis 750 mg/kg BB dapat menghambat aktivitas sitokrom P-450 yang tinggi karena parasetamol dosis toksik (p<0,05). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan kuersetin dosis 750 mg/kg BB dapat menurunkan efek hepatotoksik parasetamol, dan menurunkan aktivitas enzim sitokrom P-450.

Pergeseran spektrum UV dan spektrum tampak pada rutin

Larutan

Etanol

λmax (nm)

Pengaruh pada

Spektrum

Diagnosis

Struktur

Pita I

Pita II

Pita III

Etanol

259

366 bh

363

Geser hipsokrom 12 nm dibandingkan dengan kuersetin (pita III 375 nm)

3-OH tersulih

Ditambah 2 tetes NaOH 2M

272

327

415

Geser batokrom 52 nm (pita III)

4’-OH bebas

Ditambah 2 tetes AlCl3 5%

275

303 bh

433

Geser batokrom 70 nm (pita III)

5-OH bebas

Ditambah serbuk NaOAc

271

325

393

Pergeseran 12 nm pada pita I

7-OH bebas

Ditambah NaOAc dan H3BO3

262

298

387

Geser batokrom 20 nm (pita III)

3’,4’-diOH bebas

  1. Materi dan Metode

* Alat dan Bahan

- Hot plate 1 buah

- Erlenmeyer 1000 ml 1 buah

- Batang pengaduk 2 buah

- Corong 2 buah

- Gelas kimia 100 ml 1 buah

- Water bath 1 buah

- Tabung reaksi 1 buah

- Lempeng KLT secukupnya

- Kapas secukupnya

- Alumunium Foil secukupnya

- Corong Pisah 250 ml 1 buah

- Cawan porselin 2 buah

- Pipa kapiler 2 buah

- Lampu UV-Vis 1 buah

- Serbuk daun singkong kering 40 gram

- Aquadest 300 ml

- Etanol 96% dingin secukupnya

- HCl 2 N 10 ml

- Dietil Eter 75 ml

- Metanol 2 ml

- Natrium Sulfat Anhidrat 3 gram

* Prosedur Kerja

- 40 gram serbuk daun singkong kering ditimbang dan dimasukan kedalam Erlenmeyer 1000 ml

- Ditambahkan aquadest sebanyak 300 ml kedalam Erlenmeyer tadi, dipanaskan dengan hotplate selama 45 menit.

- Cairan disaring dengan menggunakan kapas dengan bantuan corong, dan selanjutnya disaring kembali dengan kertas saring.

- Dimasukan kedalam lemari pendingin hingga terbentuk kristal rutin.

- Jika rutin telah terbentuk, saring larutan dengan menggunakan kertas saring.

- Endapan yang didapat dicuci dengan etanol dingin, endapan terdapat dan kertas saring dikeringkan dengan oven pada suhu 400 C selama 3 jam.

- Endapan diambil dengan spatel kecil, dan dilarutkan dalam 2 ml campuran metanol dan air sama banyak (sari I).

- Sisa padatan dimasukan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 ml HCl 2 N.

- Diatas tabung ditempatkan corong berisi kapas untuk mengurangi penguapan. Selanjutnya tabung tersebut dipanaskan dalam waterbath selama 1 jam.

- Cairan hasil hidrolisis tersebut dimasukan kedalam corong pisah. Ditambahkan dietileter sebanyak 25 ml dikocok dengan hati-hati, kedua lapisan yang terbentuk dipisahkan.

- Lapisan air asamnya dikocok lagi dengan dietileter sebanyak 25 ml selama 3 kali pengocokan.

- Lapisan eter hasil ekstraksi 1,2 dan 3 dicampurkan lalu disaring melalui kertas saring yang berisi 3 gram Natrium sulfat anhidrat. Cairan yang diperoleh lalu diuapkan dalam lemari asam.

- Residu yang diperoleh dilarutkan dengan 2 ml methanol (Sari II)

- Totolkan sebagai titik A adalah Sari I dan titik B adalah Sari II.

- Eluasi dengan n-heksan – etilasetat dengan perbandingan 7:3.

- Hasil yang diperoleh disemprot dengan penampak bercak uap amoniak.

- Dan dibaca dengan spektrofotometri pada panjang gelombang 254 dan 366 nm.

  1. Hasil Pengamatan

n Massa kristal rutin (tidak murni) yang didapat dari 40 gram daun singkong adalah,

Massa vial + rutin = 10,9312 gr

Massa vial kosong = 7,9043 gr

Massa kristal rutin adalah 10,9312 gr - 7,9043 gr = 3,0269 gr

n Rendemen = [3,0269 gram / 40 gram] x 100%= 7,56%

n Hasil pengamatan lempeng KLT dengan sinar UV panjang gelombang 254 nm

Didapatkan Rf sebesar = 2,6 / 4,1 = 0,63

Nilai Rf untuk aglikon (kuersetin)

  1. Pembahasan

Pada praktikum kali ini adalah untuk mengisolasi rutin (flavonoid-3-glikosida) sebagai salah satu jenis glikosida flavonoid (glikosida flavonol) yang terkandung dalam daun singkong/ketela pohon. Glikosida flavonoid termasuk rutin merupakan salah satu metabolit sekunder yang bersifat polar, termasuk kedalam kelompok glikosida O (molekul gula berikatan dengan O-aglikon). Rutin daun singkong (satu zat aktif) sebagai bahan obat-obatan dan kosmetik, serta jadi zat pengatur tumbuh tanaman.

Karena sifatnya yang polar maka pengisolasian rutin dilakukan dengan penggunaan pelarut polar yaitu air, dengan penggunaan air yang kemudian dipanaskan membuat semua senyawa polar tertarik bersama filtrate. Hal ini merupakan salah satu kerugian penggunaan air sebagai pelarut karena, banyak sekali komponen-komponen polar yang dapat larut bersama air.

Filtrate yang diperoleh diuapkan hingga didapat filtrate kental dan disimpan dalam lemari pendingin untuk mempercepat pembentukan kristal rutin dan mencegah terjadinya penjamuran. Karena dengan media air memungkinkan timbulnya jamur atau bakteri jika disimpan di suhu ruang.

Endapan yang diperoleh disaring dan dicuci dengan menggunakan etanol dingin dengan maksud agar kemurnian filtrate bertambah dan terbebas dari pengotor-pengotor yang tidak ingin diisolasi, tetapi dengan pencucian ini tidak menyebabkan kristal larut.

Sebagian dari endapan ditambahkan HCl untuk proses hidrolisis dimaksudkan agar glikosida flavonoid rutin terhidrolisis sehingga aglikon flavonoid (kuersetein) terpisah dengan molekul gulanya. Kuersetin ini termasuk aglikon flavonoid (zat bukan gula) yang berdasarkan strukturnya dapat digolongkan menjadi flavonol, kuersetin mempunyai khasiat sebagai antiinflamasi, antikanker dan antioksidant.

Setelah dihidrolisis, larutan dipartisi dengan pelarut eter dengan menggunakan corong pisah, eter digunakan karena memiliki kepolaran yang sama dengan aglikon flavonoid (kuersetin). Maka seluruh senyawa kuersetin akan tertarik kedalam pelarut eter, ekstraksi dilakukan sebanyak 3 kali untuk memaksimalkan pengisolasian. Seluruh fase eter yang dicampur disaring dengan tambahan Na sulfat anhidrat agar molekul air yang ada dalam eter dapat tertarik, sehingga larutan benar-benar murni eter dan aglikon flavonoid. Fase eter ini diuapkan dan selanjutnya residu yang ada ditambahkan methanol sebagai pelarut (sari II) untuk dilakukan KLT.

Proses hidrolisis rutin menjadi kuersetin berjalan menurut reaksi berikut:

HCl

Hidrolisis

+

Rutin Kuersetin Glukosa

Sisa endapan yang tidak dihidrolisis juga dilarutkan dengan methanol untuk selanjutnya di KLT bersama dengan sari II, dan Rf yang dihasilkan dapat dibandingkan dan dapat terlihat proses hidrolisis berjalan dengan sempurna atau tidak.

Sari I dan sari II dilakukan pengujian dengan KLT menggunakan eluen etanol 96%. Dengan digunakannya eluen yang bersifat polar maka senyawa polar akan terelusi lebih dulu dan memiliki Rf yang lebih tinggi, dibandingkan dengan senyawa non-polar ataupun semipolar. Pada KLT ini yang diuji adalah senyawa polar yaitu glikosida flavonoid (rutin) dan senyawa non-polar yaitu aglikon glikosida (kuersetin).

Dari hasil KLT ini, kedua senyawa terelusi dan pada titik B ada senyawa yang tidak terelusi dan tetap berada pada dasar lempeng KLT, hasil ini menunjukan adanya kuersetin yang sudah terpisah dari rutin, tetapi karena kedua spot terelusi maka hidrolisis yang dilakukan tidak berjalan dengan sempurna, ataupun ada pengotor lainnya yang terelusi dengan pelarut polar.

Pada penelitian sebelumnya terhadap pemeriksaan kadar rutin pada daun singkong (Manihot utilissima Pohl.) muda, tua dan kuning. Secara KLT-spektrofotodensitometri kadar rutin daun singkong muda adalah 0,71% (b/b), daun singkong tua 0,35%(b/b) dan daun singkong kuning 0,16%(b/b) dan secara gravimetri kadar rutin daun singkong muda adalah 0,56% (b/b), daun singkong tua 0,32%(b/b) dan daun singkong kuning tidak terdeteksi. Telah dilakukan pula isolasi rutin dari daun singkong muda dengan cara maserasi dengan natrium hidroksida 1% dan rutin yang didapat dari maserasi ini adalah 0,027% (b/b).

Pada praktikum kali ini digunakan daun singkong yang sudah agak tua sehingga kadar yang didapat tidak maksimal. Dan untuk terbentuknya kristal rutin dibutuhkan waktu yang sangat lama sekali kurang lebih selama 2 minggu. Dan kristal rutin yang terbentuk sangat sedikit sekali, dan tercampur dengan endapan lainnya.

  1. Kesimpulan

Rutin merupakan salah satu jenis glikosida flavonoid yang bersifat polar, sehingga dapat diekstraksi dengan pelarut polar, seperti air, methanol atau etanol. Filtrate yang didapat dari hasil penyarian didinginkan untuk mempercepat pembentukan kristal.

Pemisahan aglikon dan glikosidanya dapat dilakukan dengan hidrolisis asam, seperti menggunakan HCl. Akan didapat hasil berupa kuersetin dan glukosa dari hidrolisis rutin.

Analisa dari aglikon dan glikosida ini dapat dilakukan dengan menggunakan kromatografi lapis tipis, dan menggunakan eluen tertentu sesuai dengan kepolaran senyawa yang dianalisa.

Daftar Pustaka

* Harbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia penuntun cara modern menganalisis tumbuhan terbitan kedua. Bandung: ITB.

* Markham, K.R. 1988 .Cara mengidentifikasi Flavonoid. Bandung: ITB.

* Sekolah Farmasi ITB http://bahan-alam.fa.itb.ac.id

Jumat, 01 Januari 2010

LAPORAN HASIL PERCOBAAN

PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA

ANALISIS PARASETAMOL DALAM CAIRAN HAYATI

A. Tujuan

1. Dapat memahami langkah-langkah analisa parasetamol dalam cairan hayati.

2. Dapat melakukan analisa parasetamol dalam cairan hayati.

B. Dasar Teori

Parameter farmakokinetika obat dapat diperoleh berdasarkan hasil pengukuran kadar obat utuh dan / atau metabolitnya di dalam cairan hayati (darah, urin, saliva atau cairan tubuh lainnya).

Oleh karena itu agar nilai-nilai parameter kinetik obat dapat dipercaya, metode penetapan kadar harus memenuhi berbagai kriteria yaitu meliputi perolehan kembali (recovery), presisi dan akurasi.

Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode analisa adalah jika metode tersebut dapat memberikan nilai perolehan kembali yang tinggi (75-90% atau lebih), kesalahan acak dan sistematik kurang dari 10% (Pasha dkk, 1986).

Kepekaan dan selektivitas merupakan kriteria lain yang penting dan nilainya tergantung pula dari alat pengukur yang dipakai. Dalam percobaan ini akan dilakukan langkah-langkah yang perlu dikerjakan untuk optimalisasi analisis meliputi:

1. Penentuan jangka waktu larutan obat yang memberikan resapan tetap (khusus untuk reaksi warna).

2. Penetapan panjang gelombang larutan obat yang memberikan resapan maksimum (parasetamol).

3. Pembuatan kurva baku (parasetamol).

4. Perhitungan nilai perolehan kembali, kesalahan acak dan kesalahan sistematik.

Parasetamol

Parasetamol atau asetaminofen adalah obat analgesik dan antipiretik yang populer dan digunakan untuk melegakan sakit kepala, sengal-sengal dan sakit ringan, dan demam. Digunakan dalam sebagian besar resep obat analgesik salesma dan flu. Ia aman dalam dosis standar, tetapi karena mudah didapati, overdosis obat baik sengaja atau tidak sengaja sering terjadi.

Berbeda dengan obat analgesik yang lain seperti aspirin dan ibuprofen, parasetamol tak memiliki sifat antiradang. Jadi parasetamol tidak tergolong dalam obat jenis NSAID. Dalam dosis normal, parasetamol tidak menyakiti permukaan dalam perut atau mengganggu gumpalan darah, ginjal atau duktus arteriosus pada janin.

N-acetyl-para-aminofenol (parasetamol):

Struktur kimia parasetamol.

Farmakokinetika

Parasetamol diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma, 25% parasetamol terikat protein plasma, dan dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Sebagian asetaminofen 80% dikonjugasi dengan asam glukoronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat. Selain itu dapat mengalami hidroksilasi. Metabolit hasil hidroksilasi ini dapat menimbulkan methemoglobinemia dan hemolisis eritrosit. Obat ini diekskresi melalui ginjal, sebagian kecil sebagai parasetamol (3%) dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi.

  1. Alat dan Bahan

Alat:

    1. Neraca analitik
    2. Beker glass
    3. Pipet tetes
    4. Gelas ukur
    5. Spet dan jarum suntik
    6. Tabung sentrifus
    7. Labu ukur
    8. Tabung reaksi
    9. Vortex
    10. Sentrifuge
    11. Spektrofotometer

Bahan:

1. Larutan parasetamol : A. Konsentrasi 0,5 mg/ml

B. Konsentrasi 1 mg/ml

2. Larutan HCl 6 N

3. Larutan NaNO2 10%

4. Larutan NaOH 10%

5. Larutan TCA 10%

6. Darah Manusia

  1. Prosedur Kerja

A. Prosedur Penetapan Kadar

    1. Larutan parasetamol dalam air suling dibuat dengan konsentrasi 0,5 mg/ml ( larutan A) dan 1 mg/ml (larutan B) masing-masing dibuat 5 ml.
    2. Satu seri larutan parasetamol dalam darah (1 ml) dibuat dengan kadar: 50, 100, 150, dan 200 µg/ml menggunakan larutan parasetamol 0,5 mg/ml; kadar 300 dan 400 µg/ml menggunakan larutan parasetamol 1 mg/ml dimasukkan dalam tabung ependrof, yang kemudian divortex.

1 ml darah + 0,1 ml larutan parasetamol (larutan A, 50 ppm)

1 ml darah + 0,2 ml larutan parasetamol (larutan A, 100 ppm)

1 ml darah + 0,3 ml larutan parasetamol (larutan A, 150 ppm)

1 ml darah + 0,4 ml larutan parasetamol (larutan A, 200 ppm)

1 ml darah + 0,3 ml larutan parasetamol (larutan B, 300 ppm)

1 ml darah + 0,4 ml larutan parasetamol (larutan B, 400 ppm)

3. Tiap-tiap kadar diambil 0,1 ml dan dimasukkan ke dalam ependrof lain yang telah berisi 0,9 ml air.

4. Larutan TCA 10 % ditambahkan sebanyak 0,5 ml, didiamkan selama 10 menit dan disentrifus selama 5 menit menggunakan kecepatan 2000 rpm.

5. Semua supernatan diambil dan dipindahkan ke dalam tabung reaksi.

6. Ditambahkan HCl 6 N sebanyak 0,5 ml dan NaNO2 10 % sebanyak 1 ml, dicampur baik-baik dan didiamkan selama 5 menit.

7. Kemudian dengan hati-hati ditambahkan NaOH 10 % sebanyak 2,5 ml dan didiamkan selama 3 menit.

8. Intensitas warna dibaca pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 435 nm.

E. Data Hasil Pengamatan

Panjang gelombang maksimum = 435 nm

Konsentrasi

Absorbansi

0

0

50

0,0328

100

0,0779

150

0,1437

200

0,1773

300

0,1400

400

0,1661

* Keterangan: Lebih jelasnya ada pada lampiran.

Data ke-6 dan ke-7 dihilangkan.

Perhitungan:

Jika data ke-6 dan ke-7 dihilangkan, maka regresinya menjadi:

a= -6,76 x 10-3

b= 9,31 x 10-4

r= 0,99344

Jadi, C1:

0,0328 = -6,76 x 10-3 + 9,31 x 10-4 * x

x = 0,0328 – (-6,76 x 10-3)

9,31 x 10-4

= 42,4919.

C2:

x = 0,0779 – (-6,76 x 10-3)

9,31 x 10-4

= 90,9345.

C3:

x = 0,1437 – (-6,76 x 10-3)

9,31 x 10-4

= 161,6112.

C4:

x = 0,1773 – (-6,76 x 10-3)

9,31 x 10-4

= 197,7014.

Perolehan kembali:

% P = kadar terukur x 100%

kadar diketahui

= 42,4919 x 100%

50

= 84,98%

% P = kadar terukur x 100%

kadar diketahui

= 90,9345 x 100%

100

= 90,93%

% P = kadar terukur x 100%

kadar diketahui

= 161,6112 x 100%

150

= 107,74%

% P = kadar terukur x 100%

kadar diketahui

= 197,7014 x 100%

200

= 98,85%

Kesalahan Sistematik:

Kesalahan sistematik = 100 - % P

= 100 – 84,98%

= 15,02%

Kesalahan sistematik = 100 – 90,93%

= 9,07%

Kesalahan sistematik = 100 – 107,74%

= 7,74%

Kesalahan sistematik = 100 – 98,85%

= 1,15%

Kesalahan Acak:

Kesalahan acak = simpangan baku x 100%

harga rata-rata

Harga rata-rata = 42,4919 + 90,9345 + 161,6112 + 197,7014

4

= 123,18475

Simpangan baku (σ2) = (-80,69)2 + (-32,25)2 + (38,43)2 + (74,52)2

4

= 14.581,034

4

= 3645,26

Jadi σ = √3645,26

= 60,38

Sehingga kesalahan acak adalah = 60,38 x 100%

123,185

= 49,016%

F. Pembahasan

Pada praktikum kali ini, kami melakukan uji analisis parasetamol dalam cairan hayati. Menggunakan larutan parasetamol dengan konsentrasi larutan induk 0,5 mg/ml dan 1 mg/ml. Dan dibuat pula satu seri konsentrasi larutan parasetamol dalam darah 50, 100, 150, 200 ppm dari konsentrasi larutan induk 0,5 mg/ml dan 300, 400 ppm dari konsentrasi larutan induk 1 mg/ml.

Konsentrasi yang telah dibuat dicampur dengan 1 ml darah dan divortex agar dapat bercampur secara merata dan terbentuk ikatan antara obat dengan protein plasma. Kemudian diambil 0,1 ml dari tiap-tiap kadar dan diencerkan dengan 0,9 ml air. Pengenceran ini diasumsikan sebagai pengenceran yang terjadi karena proses masuknya makanan dan minuman ke dalam tubuh. Setelah pengenceran, perlu ditambahkan dengan antikoagulan, yaitu TCA. Kemudian dilakukan proses sentrifugasi. TCA berfungsi untuk mengendapkan protein dalam plasma darah, sehingga yang tersisa dibagian atas atau yang dikenal dengan supernatan hanyalah ikat obat dengan plasma.

Supernatan yang diperoleh dari hasil proses sentrifus dipindahkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan dengan HCl 6N sebanyak 0,5 ml dan NaNO2 10% sebanyak 1 ml. Kemudian didiamkan selama 5 menit dan setelah itu ditambahkan NaOH 10% sebanyak 2,5 ml, lalu didiamkan selama 3 menit. Penambahan NaOH bertujuan untuk penetralan. Reaksi yang terjadi adalah:

HCl (aq) + NaNO2 (aq) ® HNO2 (aq) + NaCl (aq)

2 HNO2 (aq) ® 2 H+ (aq) + 2 NO2 (g)

Reaksi penetralan:

2 H+ (aq) + NaOH (aq) ® Na+ (aq) + H2O (l)

Setelah perlakuan di atas, sampel diambil untuk diukur serapannya pada spektrofotometer dengan panjang gelombang maksimum 435 nm. Pada grafik yang diperoleh, dapat dilihat bahwa kurva terus menaik hingga konsentrasi 200 ppm, tetapi pada konsentrasi 300 dan 400 ppm kurvanya menurun kembali, sehingga data ini dihilangkan.

Hasil yang kami dapatkan adalah terjadi penurunan absorbansi pada konsentrasi 300 dan 400 ppm, yang seharusnya linear (semakin besar konsentrasi maka semakin besar pula absorbansinya/sebanding). Hal ini kemungkinan dikarenakan konsentrasi larutan induk yang berbeda (0,5 dan 1 mg/ml). Sedangkan regresi yang kami dapatkan adalah: r = 0,827751; a = 3,568 x 10-2; dan b = 4,0634 x 10-4. Tetapi, apabila data yang ke-6 dan ke-7 dihilangkan lalu dicari regresinya kembali, maka nilai regresinya menjadi a= -6,76 x 10-3; b= 9,31 x 10-4; dan r= 0,99344. Dilihat dari kelinearannya dan nilai kepercayaan yang besar, maka kami menggunakan nilai regresi ini dalam perhitungan selanjutnya.

Dari hasil perhitungan yang diperoleh, didapatkan bahwa konsentrasi yang terukur mendekati konsentrasi yang diketahui, sehingga didapatkan % perolehan kembali/recovery yang besar (mendekati 100%).

G. Kesimpulan

Dari berbagai hasil yang kami dapatkan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

v Langkah-langkah analisis parasetamol dalam cairan hayati:

1. Dibuat satu seri larutan parasetamol dalam darah yang di vortex, setelah itu dilakukan pengenceran sekaligus ditambahkan TCA. Kemudian di sentrifus.

2. Supernatan diambil dan ditambahkan HCl dan NaNO2, didiamkan 5 menit. Baru kemudian ditambahkan NaOH.

3. Diukur serapannya pada spektrofotometer.

4. Dihitung konsentrasi terukur sesuai dengan absorbansi dan dihitung pula nilai perolehan kembali, kesalahan sistematika, dan kesalahan acaknya.


DAFTAR PUSTAKA

Tim Dosen FKUI. 1995. Farmakologi dan Terapi edisi IV. Jakarta: Gaya Baru.

Walpole, R.E. Pengantar Statistika.

Azrifitria, dkk. 2007. Modul Praktikum Biofarmasetika dan Farmakokinetika. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

http://www.wikipedia.org.id